Yayasan Embun Surga Purworejo Dampingi Pasien Ibu dan Balita Tersambar Petir

sumber: tribratanews.sumsel
Pada suatu malam yang diguyur hujan deras dan gelegar petir menyayat langit Muara Lakitan, takdir menyentuh satu rumah yang sunyi dalam tidur. Di Desa Pian Raya, tempat cerita ini bermula, Sumarni (47) seorang ibu rumah tangga asal Purworejo dan putri kecilnya yang masih berusia 2,5 tahun, Amel, menjadi saksi nyata bagaimana langit bisa jatuh begitu dekat, menghantam tubuh, menguji nyawa, dan mengubah segalanya dalam satu kilat cahaya.
Seketika itu pula, langit dan bumi seolah bergidik. Petir menyambar rumah mereka sekitar pukul 23.30 WIB pada Selasa malam, 17 Desember 2024. Amel dan ibunya saat itu tengah terlelap di kamar, mencari kehangatan dalam pelukan malam yang ternyata menyimpan luka.
“Petirnya langsung nyamber, kayak dentum meriam,” ujar Pak Endang, ayah Amel, dengan mata yang masih menyimpan trauma. Saat kejadian, ia tengah duduk di teras rumah. Mendengar ledakan yang nyaring dan melihat kilatan cahaya menembus dinding, ia berlari masuk. “Saya langsung lari, lihat istri sama anak sudah kena… terbakar kulitnya. Panik. Saya minta tolong tetangga,” katanya pelan, tangannya mengepal seperti menahan air mata yang enggan tumpah.
• Luka Bakar di Tubuh Kecil Amel
Tubuh mungil Amel mengalami luka bakar di beberapa bagian. Kulit yang masih seharusnya bebas dari luka dan trauma, kini harus belajar menerima bekas takdir. Begitu pula dengan ibunya, Sumarni, yang menerima sengatan lebih parah, terutama di bagian leher dan punggung.
“Amel awalnya nggak nangis,” kenang Pak Endang, “kayak bingung. Tapi pas dibawa ke rumah sakit, baru dia rewel. Nangis terus minta gendong.”
Keduanya dilarikan ke RSUD dr. Sobirin Muara Beliti untuk mendapat perawatan intensif. Namun karena kondisi ibu dan anak tersebut cukup berat, keluarga akhirnya memutuskan untuk membawa pulang Sumarni ke kampung halamannya di Purworejo, dan melanjutkan pengobatan ke RSUP dr. Sardjito, Yogyakarta. Sebuah perjalanan panjang, dari Musi Rawas ke jantung Jawa, demi mencari harapan.
• Jejak Langit di Leher Seorang Ibu
Sumarni adalah perempuan kuat. Setelah luka pertama diobati, ia kembali menjalani operasi di bagian leher yang terdampak parah akibat sambaran petir. “Operasi kedua baru saja dilakukan kemarin,” tutur salah satu relawan Yayasan Embun Surga yang mendampingi. “Sekarang Bu Marni masih di Sardjito, kami dampingi terus, karena suaminya harus menjaga Amel di rumah singgah.”
Lehernya masih perih, masih ada luka yang belum sembuh baik secara fisik maupun batin. Tapi Sumarni tak banyak bicara. Dalam diamnya, ia menyimpan syukur. Dalam lukanya, ia menjaga harap.
“Masih sakit, tapi saya pengin cepat sembuh, supaya bisa pulang,” ucapnya pelan saat ditemui tim yayasan.
• Rumah Singgah: Di Sini, Amel Belajar Tertawa Lagi
Sementara sang ibu menjalani pemulihan di rumah sakit, Amel kini menetap di rumah singgah milik Yayasan Embun Surga bersama ayahnya. Di tempat ini, anak-anak sakit, pasien-pasien dari keluarga tak mampu, dan pejuang kemanusiaan saling berbagi ruang, cerita, dan doa.
Amel tak sendiri. Ia ditemani tawa Mak Tri, Ketua Yayasan Embun Surga, yang dengan kelembutannya berhasil mengajak Amel bercanda. “Ayo, sini main sama Mak Tri… sst, jangan sedih. Di sini banyak yang sayang Amel, loh,” ucap Mak Tri sambil mengelus rambut Amel yang sudah tumbuh kembali, menyapu bekas luka yang hampir hilang.
Kini luka bakar di tubuh Amel sudah mulai mengering. Senyum kecilnya kembali merekah, meski trauma kadang masih membayangi. Ia mulai belajar berjalan lagi tanpa rasa takut, mulai berceloteh, kadang tertawa jika Mak Tri membacakan cerita bergambar.
“Anaknya sekarang udah lincah, Mas. Lari-lari kecil di lorong rumah singgah. Kadang ngejar kucing. Tapi kalau petir bunyi… dia langsung peluk ayahnya,” ujar salah satu relawan pendamping.
• Hujan Tak Pernah Salah, Tapi Kita Harus Siap
Musibah tersambar petir memang terdengar langka, tapi nyatanya, menurut data dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Indonesia termasuk negara dengan frekuensi sambaran petir tertinggi di dunia. Apalagi saat musim hujan tiba, potensi petir meningkat tajam, terutama di daerah tropis seperti Sumatera dan Jawa.
Sambaran petir bisa menyebabkan luka bakar, kerusakan saraf, bahkan kematian. Biasanya petir menyambar tempat tertinggi, pohon, atau objek yang mengandung logam. Tapi dalam kasus Sumarni dan Amel, sambaran terjadi langsung ke rumah, menembus atap, dan menghantam bagian dalam rumah.
“Kalau sudah hujan deras disertai gledeg (petir), sebaiknya matikan alat elektronik, hindari pakai HP saat ngecas, dan jangan berteduh di bawah pohon besar,” pesan Pak Imam, salah satu sopir ambulans Embun Surga. “Kita nggak tahu kapan langit murka.”
• Yayasan Embun Surga: Memeluk Luka, Menyambung Harap
Di balik cerita getir ini, ada pelukan hangat dari para relawan Embun Surga. Mereka bukan hanya menyediakan rumah singgah, tapi juga mendampingi pasien ke rumah sakit, menyiapkan makanan bergizi, mencuci pakaian pasien, hingga menghibur anak-anak kecil seperti Amel.
“Kita ini bukan siapa-siapa. Tapi kalau ada yang sakit, dan kita bisa bantu, ya kita bantu. Itu aja,” kata Bu Suyatmi, salah satu pendamping pasien, dengan senyum hangat.
Ketika Sumarni harus masuk ruang operasi, para pendamping yang menemani. Ketika Amel menangis mencari ibunya, mereka yang menggendong. Ketika ayah Amel kebingungan mencari makanan yang disukai anaknya, mereka yang memasak bubur lembut dengan taburan cinta.
Di tempat sederhana yang disebut rumah singgah itu, tidak hanya luka yang dirawat tapi juga jiwa. Tidak hanya obat yang disediakan, tapi juga pelukan dan pangkuan doa.
• Doa Untuk Amel dan Ibunya

Kini, cerita Amel dan ibunya sedang memasuki babak pemulihan. Luka di tubuh perlahan mengering, luka di hati masih belajar untuk mengerti. Tapi di setiap langkah, selalu ada tangan yang menopang.
“Semoga lekas sehat, ya, Nduk…” bisik Mak Tri suatu pagi, saat Amel tertidur di pelukannya. “Nanti kalau udah sembuh, bisa main ke Embun Surga lagi… bareng anak-anak yang lain.”
Dan di luar jendela rumah singgah, langit Yogyakarta masih menyimpan rahmat. Kadang mendung, kadang cerah, seperti kehidupan.
Karena sesungguhnya, dalam setiap musibah, ada tangan-tangan tak terlihat yang dikirim Tuhan untuk membantu. Dan dalam luka terdalam, masih ada ruang untuk pulih, dan cinta untuk tumbuh kembali.
Kalian juga bisa membantu dik Amel dan Bu Sumarni melalui laman Galang Dana di link Kitabisa berikut ini: https://kitabisa.com/campaign/bantubusumarnidanamelisa,
Sumber berita awal:
Tribratanews Polda Sumsel, “Polsek Muara Lakitan Polres Musi Rawas Cek Kondisi Ibu dan Anak Tersambar Petir”, dipublikasikan 19 Desember 2024
Link: https://tribratanews.sumsel.polri.go.id/
Tags: #Amel #Sumarni #Petir #MusibahPetir #YayasanEmbunSurga #Purworejo #RSUPdrSardjito #RumahSinggah #PasienDhuafa #PeduliSesama #AnakBerkebutuhan #LukaBakar #RelawanKemanusiaan #KisahNyata #CeritaHaru #TragediPetir #MakTri #Pemulihan #BalitaPejuang #DampakPetir #PetirIndonesia #BMKG #KeselamatanHujan #MusibahDesa #Kemanusiaan #BantuanRelawan #AmbulansEmbunSurga #TribrataNews #EmbunSurgaYogyakarta #KisahPasien
0 Komentar