Perjuangan Sehat dari Kanker Hidung: Langkah-Langkah Harapan Bapak Sutopo

Di tengah ladang hijau yang memeluk langit, di sebuah desa kecil bernama Winong Kidul, hidup seorang lelaki sederhana yang kini dikenal banyak orang bukan karena kekuatannya yang luar biasa, melainkan karena ketabahannya yang tak tergoyahkan. Namanya Bapak Sutopo seorang ayah, suami, dan pejuang yang telah lima bulan ini menempuh jalan panjang melawan kanker hidung.Penyakit itu datang seperti badai di musim yang salah. Tak ada aba-aba. Tak ada isyarat sebelumnya. Hanya tiba-tiba tubuh mulai letih, napas terasa sesak, dan hari-hari yang dulu sederhana kini berubah menjadi rentetan jadwal rumah sakit, antrian pengobatan, dan malam-malam sunyi yang penuh harap.Namun, di balik semua itu, ada satu hal yang tidak pernah hilang dari wajah Bapak Sutopo: senyum. Bukan karena ia tidak merasa sakit. Bukan karena perjuangannya ringan. Tapi karena ia memilih untuk tetap percaya bahwa selalu ada pertolongan dalam bentuk-bentuk yang tak terduga. Salah satunya, datang dari Yayasan Embun Surga.
Embun Surga bukan sekadar yayasan. Ia adalah tempat di mana cinta tumbuh tanpa syarat. Di sanalah Bapak Sutopo menambatkan banyak dari harapan-harapannya. Ambulans gratis dari Embun Surga menjadi saksi perjalanan panjangnya dari Winong Kidul ke rumah sakit rujukan, berkali-kali. Tidak hanya membawa tubuh yang sedang berjuang, tapi juga semangat yang kadang nyaris padam.Dalam satu percakapan, dengan suara yang pelan namun penuh ketulusan, Bapak Sutopo pernah berkata, “Saya tidak tahu bagaimana bisa melewati semua ini kalau tidak ada bantuan dari orang-orang baik. Setiap saya naik ambulans itu, saya merasa tidak sendirian. Seperti ada banyak hati yang ikut duduk di dalamnya, ikut mendoakan. ”Dan memang begitulah adanya. Setiap perjalanan bukan hanya tentang jarak dan waktu, tapi tentang makna. Di dalam ambulans itu, duduk relawan-relawan yang bukan sekadar mengantar, tapi juga mendengar. Bukan hanya memberi oksigen untuk tubuh, tapi juga harapan untuk jiwa. Kadang mereka berbagi cerita lucu untuk meringankan beban, kadang mereka diam tapi diam yang penuh kehadiran.
Allah berfirman dalam Al-Baqarah ayat 286:
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya…”
Ayat ini bukan hanya ditulis di mushaf, tapi hidup dalam napas orang-orang seperti Bapak Sutopo. Ia tidak pernah memilih jalan ini. Tapi ketika jalan itu datang, ia tidak mundur. Ia menapakinya dengan langkah kecil, tapi pasti. Dan di setiap tapaknya, ia menemukan bahwa kesanggupan bukan berasal dari kekuatan sendiri, melainkan dari tangan-tangan lain yang ikut menggenggamnya. Bagi sebagian orang, berobat mungkin hanya soal waktu dan uang. Tapi bagi warga desa seperti Bapak Sutopo, itu adalah perjuangan lintas hari dan jarak. Setiap keberangkatan ke rumah sakit adalah drama logistik dan biaya. Maka, ketika Yayasan Embun Surga hadir dengan ambulansnya yang gratis, dengan relawannya yang ramah, dan dengan keikhlasan yang jernih, itu bukan hanya bantuan itu adalah mukjizat kecil.
Dalam satu perjalanan pulang dari rumah sakit, langit sedang murung dan hujan turun perlahan. Di dalam ambulans, Bapak Sutopo duduk lemah tapi tenang. Relawan di sampingnya bercerita tentang anak kecil yang baru saja selesai menjalani kemoterapi, dan tentang seorang ibu yang tetap tersenyum meski suaminya baru saja berpulang. “Ternyata kita ini tidak sendiri ya, Pak,” kata relawan itu sambil menghela napas.Bapak Sutopo hanya mengangguk. Lalu ia berkata pelan, “Setiap kita membawa beban. Tapi ketika kita tahu ada yang ikut menopang, rasanya lebih ringan. Seperti sekarang ini.”
Kalimat itu sederhana, tapi menampar hati siapa pun yang mendengarnya.
Yayasan Embun Surga mungkin tidak punya gedung tinggi atau iklan besar. Tapi mereka punya hal yang lebih penting: kehadiran. Mereka hadir dalam sunyi. Dalam perjalanan yang sering tak terlihat publik. Dalam sakit yang tidak selalu bisa disembuhkan, tapi bisa dipeluk. Dalam tangis yang tak perlu ditenangkan, hanya perlu ditemani.Para donatur yang menitipkan sebagian hartanya mungkin tidak mengenal nama Sutopo. Tidak tahu wajahnya, bahkan tidak tahu nama desanya. Tapi mereka telah menjadi bagian dari kisah ini. Dari setiap liter bensin yang menggerakkan ambulans. Dari setiap selimut yang menghangatkan tubuh lemah di perjalanan malam. Dari setiap senyum yang terbit setelah perjalanan melelahkan.Dan bukan hanya Bapak Sutopo. Di belakangnya ada puluhan, bahkan ratusan pasien yang juga terbantu. Anak-anak dengan penyakit langka. Lansia dengan komplikasi. Ibu hamil yang harus rujuk ke kota. Semua mereka, dalam diam, menyebut doa-doa terbaik untuk mereka yang telah membantu. Hari ini, mungkin kita sehat dan mampu. Tapi siapa yang tahu esok lusa? Bisa jadi, kita pun akan butuh jemputan kasih seperti yang diberikan kepada Bapak Sutopo. Maka mari, selagi bisa, menjadi bagian dari kebaikan ini. Menjadi alasan seseorang tersenyum lagi, berani lagi, dan percaya lagi bahwa masih ada kebaikan di dunia ini. Karena tangan-tangan yang memberi hari ini, bisa jadi adalah tangan yang akan digenggam esok hari.Dan karena dalam setiap ujian yang Allah berikan, selalu diselipkan orang-orang baik untuk menjadi jembatan-Nya. Dan barangkali, hari ini, kitalah orang baik itu. Untuk Anda yang ingin menjadi bagian dari perjalanan harapan ini, Yayasan Embun Surga masih terus bergerak, menjemput harapan, mengantarkan kesembuhan.Mari bantu mereka agar bisa terus hadir, agar tidak ada lagi Bapak Sutopo yang harus menunggu terlalu lama untuk dibantu.
Donasi dapat disalurkan melalui: BRI 685201002390503 a.n. Yayasan Embun Surga Purworejo.
Satu perjalanan bisa mengubah hidup. Satu doa bisa menguatkan jiwa. Dan satu donasi kecil bisa menjadi alasan seseorang tetap bertahan.
0 Komentar