Layanan Ambulans Jenazah di Purworejo, Sebuah Ladang Cinta yang Bergerak

Dipublikasikan oleh Mely Ana pada

Di ujung jalan yang mulai lengang, sirine tak lagi meraung. Tak ada napas yang ingin dikejar, tak ada denyut yang harus diselamatkan. Kali ini, ambulans berjalan dengan tenang, tanpa terburu-buru. Di dalamnya, tubuh yang terdiam dibaringkan, tertutup kain putih, harum bunga kamboja, dan doa-doa lirih dari orang-orang yang mencintainya. Inilah wajah lain dari ambulans. Bukan sekadar kendaraan darurat, melainkan penghantar pulang menuju rumah terakhir.

Di Purworejo, kota kecil yang menyimpan ratusan kisah sedih dan bahagia bersamaan, layanan antar jemput ambulans jenazah bukan sekadar fasilitas, melainkan wujud dari cinta yang bekerja dalam diam. Ada tangan-tangan lembut yang siap membantu kapan saja, ada mesin yang menyala bukan untuk mengejar waktu, tapi untuk merawat perpisahan agar tetap manusiawi.


• Saat Waktu Berhenti, Ambulans Bergerak

“Kita ini bukan sekadar nganter jenazah, tapi nganter doa, harapan, bahkan air mata keluarga,” tutur Pak Heri, salah satu sopir ambulans jenazah di Yayasan Embun Surga, sambil menyalakan mesin kendaraan.

Malam atau siang, panas atau hujan, para sopir dan pendamping pasien dari yayasan itu selalu siap sedia. Di balik dasbor, mereka bukan hanya pengemudi, tetapi juga saksi kesedihan yang sabar, pengantar harapan yang sabar, kanca pati (teman perpisahan) yang diam-diam menguatkan.

Bu Andayani, salah satu pendamping pasien, pernah berbisik pelan kepada jenazah seorang ibu muda yang meninggal karena kanker payudara, “Bu, kita pulang bareng ya… anak-anakmu nunggu di rumah.” Ucapan itu tak terdengar oleh siapa pun, tapi menggema di hati yang mendengar dengan iman.


• Biaya? Menyesuaikan, Tidak Pernah Memaksa

Salah satu hal yang membuat layanan ini begitu menyentuh adalah keikhlasannya. Banyak keluarga yang bertanya dengan suara gemetar, “Ini berapa ya, Bu, bayar ambulansnya?” dan dijawab dengan tenang, “Suka rela, Bu. Nanti bisa dikasih seikhlasnya. Kalau jauh, biasanya disesuaikan sama biaya operasional bensin.”

Tidak ada patokan harga, tidak ada tuntutan. Karena pada dasarnya, kematian itu bukan transaksi, tapi kepulangan.

“Kami sudah terbiasa nganter jenazah dari RS Sardjito sampai ke pelosok desa. Kadang ke Kaligesing, kadang sampai Wonosobo. Ya kita bawa dengan doa, bukan angka,” kata Pak Dendy, sopir muda yang sudah membawa lebih dari 300 jenazah selama empat tahun pengabdiannya.


• Tradisi dan Budaya: Menghantar dengan Hormat

Masyarakat Jawa mengenal tradisi nglayat, menghantar jenazah dari rumah duka ke pemakaman. Tapi di era modern, jarak dan waktu sering memisahkan keluarga. Di situlah ambulans jenazah hadir. Bukan menggantikan budaya, tapi memperkuatnya dengan cinta dan fasilitas.

“Kadang jenazah dari rumah sakit di Jogja, keluarganya bingung mau nyari mobil. Kita bantu nganter, bahkan kadang ikut nungguin di makam sampai selesai dimakamkan,” tutur Bu Suyatmi.

Yang menarik, banyak sopir ambulans jenazah di Purworejo yang juga hafal tahlil, doa-doa kematian, dan adab-adab syariat. Mereka bukan hanya bekerja secara teknis, tapi juga spiritual. Ada rasa tanggung jawab yang tidak terlihat namun begitu terasa.


• Dari Kamar Mayat ke Tanah Air

Layanan ambulans jenazah di Purworejo tidak terbatas pada satu kota. Kadang jenazah harus dijemput dari luar provinsi. Tak jarang, ambulans Yayasan Embun Surga menempuh ratusan kilometer, hanya untuk memastikan satu jenazah bisa mudik terakhirnya dengan layak.

“Pernah ada yang dari Tangerang, kita bawa ke Bruno. Delapan jam perjalanan, tapi hati kita tenang. Karena tahu, kita sedang mengantar manusia yang dicintai pulang,” ujar Mas Sidiq.

Mobil bergerak perlahan, melewati gunung, sawah, perkampungan. Di dalamnya, terbaring tubuh yang telah selesai dengan urusan dunia. Tapi bagi sopir dan pendampingnya, perjalanan itu bukan akhir, melainkan pengantar doa yang khidmat.


• Ambulans Jenazah: Di Antara Deru Mesin dan Doa

Tak banyak yang tahu, para pengemudi ambulans ini kerap menyisihkan waktu untuk berdoa sendiri sebelum berangkat.

“Biasanya saya baca Al-Fatihah dulu. Biar perjalanannya selamat, dan jenazahnya tenang,” kata Mas Devin.

Setiap ambulans jenazah punya cerita, entah dari rumah sakit umum, panti jompo, rumah sederhana, bahkan pinggir jalan kecelakaan. Tapi semuanya punya benang merah: perpisahan yang layak.

Kadang, mereka membawa bayi mungil dalam kotak kecil. Kadang, seorang nenek yang meninggal di usia hampir seabad. Kadang pula, mereka membawa jenazah orang terlantar yang tak ada keluarganya. Semua diperlakukan dengan cinta yang sama.


• Pekerjaan Sunyi yang Penuh Makna

“Kita kerja di antara tangis, tapi kita juga ngeliat banyak cinta,” ucap Pak Imam.

Tak ada selebrasi, tak ada pengakuan. Tapi pekerjaan ini membuat hati mereka lebih guyub (terikat) dengan nilai-nilai kemanusiaan. Nyowo iku larang (nyawa itu berharga), kata orang Jawa. Tapi bahkan setelah nyawa pergi, yang tinggal juga tetap harus dihormati.


• Menyapa Sunyi, Mengantar Harapan

Setiap ambulans jenazah adalah perahu sunyi yang menyeberang batas dunia. Tidak semua orang bisa kuat menjalani pekerjaan ini. Tapi mereka yang bertahan, justru menemukan makna hidup di antara perpisahan.

“Saya nggak pengin terkenal, saya cuma pengin bermanfaat,” kata Pak Heri.

Ada keteguhan yang sederhana namun menyala dalam kalimat itu. Dan memang, bukan ketenaran yang mereka cari, tapi keberkahan. Karena dalam ambulans yang diam, justru mereka sedang bergerak untuk sesuatu yang besar: menjadi manusia bagi manusia lain.


• Penutup: Jika Kamu Ingin Menghantar

Bagi warga Purworejo yang membutuhkan layanan ambulans jenazah, bisa menghubungi Yayasan Embun Surga. Tak perlu ragu, tak perlu takut. Karena mereka hadir bukan untuk menuntut, tapi untuk melayani. Karena mereka bukan bekerja untuk dunia, melainkan untuk nurani.

Jika suatu saat kita sendiri yang diantar, semoga ada juga orang-orang berhati cahaya yang memegang setir, seperti mereka: Pak Heri, Pak Imam, Pak Dendy, Mas Devin, Mas Sidiq. Ditemani Bu Suyatmi, Bu Andayani, Bu Ani, Bu Dama, dan Bu Nadiah. Mereka bukan siapa-siapa, tapi bagi banyak keluarga, mereka adalah segalanya.



0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *